Revitalisasi Kereta Api

Revitalisasi Kereta  Api


Lintas kereta Tegal-PekalonganDengan jumlah penduduk 237,6 juta jiwa (Sensus 2010), kereta api (KA) seharusnya menjadi alat transportasi massa unggulan di Indonesia. Untuk itu, perlu diprioritaskan (urgen) merevitalisasi perkeretaapian Indonesia. Selain melakukan optimalisasi dan menghidupkan lintas mati juga membangun lintas baru, terutama terowongan bawah laut Selat Sunda dan Bali yang menghubungkan Sumatera-Jawa dan Bali.
Skala prioritas pembangunan infrastruktur perkeretaapian itu dikemukakan secara terpisah oleh Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Panji Gumilang (20/1), Menteri Perhubungan Freddy Numberi, mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Soemino Eko Saputro dan Dirjen Perkeretaapian Tunjung Inderawan kepada Berita Indonesia. Mereka sependapat bahwa kereta api merupakan moda transportasi massa (penumpang dan barang) yang memiliki multi keunggulan, hemat lahan, hemat energi, dan rendah polusi.
Terutama bagi Indonesia yang memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang banyak. Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa. Dalam 10 tahun terakhir terjadi ‘ledakan pertambahan’ penduduk sebesar 32,5 juta jiwa dengan rata-rata pertumbuhan 1,49 persen. Pertambahan ini lebih banyak dari penduduk Malaysia. Jika pertumbuhan penduduk tetap 1,49 persen, pada tahun 2045 penduduk Indonesia 450 juta jiwa. Saat itu jumlah penduduk dunia diproyeksikan 9 miliar jiwa. Berarti, satu dari 20 penduduk dunia orang Indonesia.


Dengan jumlah penduduk 2010 yang “hanya” 237,6 juta jiwa, masalah transportasi sudah menjadi masalah pelik. Jakarta, misalnya, sudah terancam macet total tahun 2014 jika tidak ada upaya serius mengatasinya. Di Pelabuhan penyeberangan Merak, Banten sering padat macet, banyak truk yang harus menunggu beberapa hari baru bisa menyeberang. Bagaimana keadaannya jika nanti penduduk Indonesia 300 juta dan apalagi mendekati 500 juta tahun 2050?
Soemino Eko Saputro, Direktur Jenderal Perkeretaapian pertama setelah dibentuk berdasarkan Perpres nomor 9 tahun 2005 dan Perpres nomor 10 tahun 2005, menggagas kebijaksanaan Grand strategy penanganan perkeretaapian Indonesia. Grand strategy itu pernah dipresentasikan ke DPR pada kesempatan rapat kerja antara Departemen Perhubungan dan Komisi V DPR, April 2006. Soemino menegaskan kereta api adalah moda pelayanan angkutan penumpang dan barang secara massal yang memiliki nilai tambah, berdaya saing, handal, aman, selamat, terpercaya serta terjangkau.
Syaykh al-Zaytun Panji GumilangMaka, dia memandang perlu memprioritaskan upaya peningkatkan peran kereta api sebagai angkutan publik. Kereta api sebagai tulang punggung angkutan massa, baik untuk barang maupun penumpang. Menurutnya, kereta api sebaiknya dijadikan sebagai pelopor terciptanya angkutan terpadu.
Soemino mengatakan, kebijakan strategis penanganan perkeretaapian Indonesia disusun berdasarkan kondisi perkeretaapian Indonesia saat ini, potensi pasar dan sasaran yang ingin dicapai.
Menurutnya, kondisi perkeretaapian Indonesia dapat diurai dalam tiga hal, yakni potensi, kondisi saat ini dan masalah. Potensinya terdiri dari (a) prasarana/kapasitas lintas, (b) sarana (lok, KRT, KRL, KRD dan gerbong), dan (c) sumber daya manusia. Sedangkan kondisi saat ini (2005) meliputi (a) penumpang 150 juta orang, (b) barang 17,4 juta ton, dan (c) pendapatan Rp 2,480 trilyun, dan (d) panjang lintasan.
Sebagai gambaran, jaringan jalan rel yang ada di Jawa, Madura dan Sumatera secara keseluruhan panjangnya 6.482 KM. Dari jumlah tersebut yang beroperasi sepanjang 4.360 KM, dan tidak beroperasi sepanjang 2.122 KM.
Jalan rel yang beroperasi di Sumatera, lintas utama sepanjang 1.329 KM, lintas cabang 19 KM. Jalan rel ini terbagi atas: Sumut 483 KM, Sumbar 169 KM dan Sumsel 643 KM. Sedangkan di Jawa: lintas utama 2.966 KM dan lintas cabang 46 KM. Jalan rel ini terbagi atas: Jabar 1.004 KM, Jateng 1.011 KM dan Jatim 997 KM.
Jalan rel yang tidak beroperasi lagi: di Sumatera 512 KM: terbagi atas Sumut 428 KM, Sumbar 80 KM dan Sumsel 4 KM. Sedangkan di Jawa dan Madura 1.060 KM, terbagi atas: Jabar 410 KM, Jateng 585 KM, Jatim dan Madura 615 KM. Dalam hal ini, kata Soemino, perlu menghidupkan lintas yang sudah tidak beroperasi untuk mendukung angkutan lokal dengan melibatkan Pemda atau swasta. Sementara masalah yang dihadapi: (a) sering terjadi kecelakaan, (b) kualitas pelayanan rendah, (c) share KA masih rendah (penumpang 7,3% dan barang 0,6%), (d) waktu tempuh lama, (e) jumlah kereta api ekonomi menurun, (f) jumlah armada terbatas dan sudah tua, (g) belum terpadu dengan moda transportasi lain, (h) UU No. 13 belum akomodatif (Otda dan peran swasta), dan (i) PT KAI sebagai badan penyelenggara tunggal.
Sedangkan, perihal potensi pasar, Soemino mengatakan sangat besar dan menjanjikan, baik penumpang maupun barang. “Untuk angkutan penumpang yang mencakup wilayah perkotaan, seperti Jabotabek, Bandung dan Surabaya. Lintas antarkota terbagi atas jarak jauh, sedang dan lokal. Sedangkan untuk angkutan barang meliputi BBM, batubara, kertas, pulp, semen, baja dan CPO dan pupuk,” katanya.
Menhub Freddy NumberiMaka dia melihat urgensi penggarisan kebijakan untuk meningkatkan peran kereta api sebagai angkutan massa, dan melibatkan peran swasta dan Otda (policy reform). Menurutnya, strategi yang ditempuh adalah dengan peningkatan, pengembangan aksesibilitas dan pembangunan, yakni:
Pertama, strategi peningkatan, yakni: (a) Peningkatan keselamatan dan pelayanan berupa penyehatan dan kelaikan sarana dan prasarana, penyehatan dan sertifikasi SDM dan peningkatan keselamatan di JPL; (b) Peningkatan utilitas meliputi efisiensi operasi (maksimalisasi daya tarik lok dan optimalisasi armada (maksimalisasi KM Lok, KM Kereta dan KM Gerbong); dan (c) Peningkatan kapasitas lintas meliputi pos blok dan parsial double track.
Kedua, strategi pengembangan aksesibilitas, meliputi kereta api perkotaan, mengaktifkan lintas cabang, menghidupkan lintas mati dan keterpaduan intra dan antarmoda. Ketiga, strategi pembangunan meliputi pembangunan KA kecepatan 250 km per jam, beban gandar KA penumpang lebih 18 ton maupun barang lebih 22 ton dan gauge (lebar spoor) 1.435 mm serta membangun kereta api penumpang di Jawa dan kereta api barang di luar Jawa.
Sasaran yang Ingin Dicapai
Dalam jangka pendek dan menengah diharapkan keselamatan, pelayanan, ketepatan waktu, kapasitas angkut, aksebilitas dan keterpaduan intra dan antarmoda semakin baik. Kemudian untuk jangka panjang, perlu dibangun high speed train untuk penumpang (Jakarta-Surabaya 3 jam dan Jakarta-Bandung 1 jam). Lalu kemampuan angkut KA barang tinggi mencapai tekanan gandar lebih 22 ton.
Karena itu, menurut Soemino, membangun perkeretaapian di masa datang harus memanfaatkan teknologi, mengikuti standar internasional dan tidak melestarikan keterbelakangan. Syarat-syaratnya; gauge 1435, tekanan gandar lebih 23 ton, kecepatan maksimum lebih 160 Km/jam, persinyalan elektronik, elektrifikasi, ticketing system dan ATS (automatic train stop). Dia berharap perlu segera diwujudkan rencana pembangunan KA cepat di Jawa. KA cepat Jakarta-Surabaya dengan panjang lintas 683 Km (jalur ganda) dengan menyinggahi delapan stasiun (Jakarta, Cikampek, Cirebon, Tegal, Semarang, Gambringan, Pandangan dan Surabaya) yang dapat ditempuh dalam tiga jam perjalanan. Juga KA cepat Jakarta-Bandung dengan panjang lintas 172 Km (jalur ganda) menyinggahi tiga stasiun (Jakarta, Cikampek, Bandung) yang ditempuh dalam satu jam perjalanan.
Soemino Eko SaputroJuga pembangunan lintas kereta api di Sumatera sepanjang 5.459 km, Kalimantan sepanjang 3.556 Km, Sulawesi 2.684 KM dan Papua yang menghubungkan Sorong-Manokwari-Nabire-Timika dan Sorong-Manokwari-Nabire-Sarmi-Jayapura.
Soemino, menjelaskan, pembangunan lintas kereta api di Sumatera meliputi prioritas tinggi dan prioritas sedang. Prioritas tinggi: (1) Besitang-Banda Aceh- Uleeulee sepanjang 484 Km diperkirakan berbiaya 538 juta US dolar; (2) Duri-Pekanbaru- Muaro Bungo sepanjang 397 Km berbiaya US$ 1.313; (3) Teluk Kuantan-Muaro Bungo sepanjang 370 Km berbiaya US$ 914; (4) Betung-Simpang 65 KM berbiaya US$ 175; (5) Simpang-Tanjung Api-Api 87 Km berbiaya US$ 515; (6) KM 3-Bakauheni 70 KM berbiaya US$ 191; dan (7) Teluk Kuantan-Muaro Bungo-Jambi 370 Km berbiaya US$ 910. Sedangkan rencana pembanguanan lintas kereta api prioritas sedang adalah (1) Rantauprapat-Duri-Dumai 246 km berbiaya US$ 1.257; dan (2) Jambi-Betung 188 Km berbiaya US$ 556. (Perkiraan harga sesuai hasil Studi Sumatra Railway Development Project (ADB-1089 Jakarta).
Begitu pula pembangunan lintas kereta api di Kalimantan meliputi prioritas tinggi, sedang dan rendah. Prioritas tinggi meliputi lintas: (1) Samarinda-Balikpapan 103,5 km berbiaya US$ 146,9; (2) Bontang-Samarinda 69 km berbiaya US$ 98; (3) Banjarmasin-Palangkaraya 138 km berbiaya US$ 201,2; (4) Samarinda-Tenggarong-Kotabangun 78 km berbiaya US$ 111,2; (5) Sambas-Kuching (Malaysia) berbiaya US$ 176,2; dan (6) Pontianak-Mempawah-Singkawang-Sambas 175.5 berbiaya US$ 247,7. Pembangunan lintas kereta api prioritas tinggi di Sulawesi adalah Manado-Bitung 48 km berbiaya US$ 104 dan Makassar-Pare Pare 128 km berbiaya US$ 258.
Pendapat senada juga dikemukakan Syaykh al-Zaytun AS Panji Gumilang. Bahkan, Panji Gumilang menambahkan prioritas tinggi adalah membuka lintas kereta api Sumatera-Jawa-Bali. Menurut Panji Gumilang, selain mengoptimalkan lintasan yang sudah ada dan menghidupkan lintasan yang sudah mati, perlu pembangunan infrastruktur lintas baru. Terutama membangun terowongan lintas kereta api bawah laut Selat Sunda sepanjang kurang lebih 31 km. Terowongan KA bawah laut Selat Sunda itu dibangun double track dengan teknologi high speed train dan automatic train stop.
Menurut Syaykh al-Zaytun, revitalisasi perkeretaapian ini akan mengurangi beban jalan raya. Peran kereta api tidak hanya meningkat sebagai angkutan massa (penumpang) tetapi juga barang. Maka, menurut Panji Gumilang, perlu menghidupkan jalur-jalur menuju pelabuhan, dan menghubungkan jalur kereta api ke pusat-pusat industri.
Dirjen Perkeretaapian Tunjung InderawanSementara Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengatakan, secara umum program revitalisasi perkeretaapian selama ini fokusnya pada pembangunan prasarana dan sarana baik di perkeretaapian Sumatera, Kereta Api (KA) Perkotaan Jabotabek maupun Perkeretaapian Jawa. Freddy mengungkapkan dalam kurun 5 tahun ini perkeretaapian tumbuh 8-10 persen. Artinya, perhatian pemerintah terhadap layanan publik makin baik. Indikatornya, antara lain bertambahnya jumlah kereta, seperti kereta ekonomi AC Bogowonto serta berbagai jenis kereta api ekonomi, dan pembangunan track yang tersebar di Sumatera dan Jawa.
Menurut Freddy Numberi, berbagai terobosan telah dan akan dilakukan pemerintah. Sekarang ini, ungkapnya, Pemda sudah diperbolehkan memiliki kereta api sendiri. Bahkan, menurut Numberi, kalau Pemda dan pengusaha ingin punya kereta pribadi, seperti memiliki pesawat pribadi, sudah dibolehkan. Tapi, perlu dilihat jalur dimungkinkan untuk itu. “Misal, jalur Bogor-Cianjur-Sukabumi atau Wonogiri-Solo,” jelas Freddy Numberi.
Sejalan dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata Numberi, dimana pada tahun 2014 Indonesia harus mampu mengurangi emisi gas buang 26 persen, sekarang harus dipikirkan usaha menyamakan persepsi untuk mengalihkan transportasi dari jalan raya ke KA.
Sementara itu, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tunjung Inderawan mengatakan, program utama Ditjen Perkeretaapian adalah mendorong performance perkeretaapian Indonesia dan pelayanan KA semakin baik. Karena KA merupakan moda transportasi yang memiliki keunggulan dibanding moda yang lain, seperti konsumsi bahan bakar, emisi dan kapasitas muat.
Tunjung Inderawan berharap ke depan kebijakan pemerintah dalam hal pendanaan akan lebih berpihak pada kereta api. Dia juga berharap agar kereta api menjadi pilihan utama bukan sebagai alternatif. Dengan adanya penghentian subsidi BBM, dia berharap mendapat tambahan dana, baik untuk revitalisasi, reaktivasi menuju percepatan pembangunan perkeretaapian.
Menurut Tunjung, revitalisasi dan reaktivasi menjadi program pemerintah sejak awal. “Pemerintah telah berupaya melakukan berbagai kebijakan dan strategi untuk meningkatkan performance perkeretaapian, antara lain menerbitkan Norma Standar Prosedur (NSP), maintenance dan low performance dan setiap masinis wajib memiliki sertifikat dalam menjalankan tugasnya.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai aplikasi UU 23/2007. Dengan demikian, saat ini era sudah berubah, baik yang menyangkut prasarana maupun sarana.

0 comments:

Posting Komentar

pengunjung